E-STT: Upaya Digitalisasi Sekaa Teruna Teruni dengan Framework Laravel

“Digitalisasi”, sebuah kata yang sangat sering dikampanyekan oleh masyarakat umum, pemerintah, dan sektor swasta. Sebenarnya, digitalisasi itu sepenting apa sih, kok sampai sebegitunya dikampanyekan?


Pertanyaan di atas mungkin sering ditanyakan bagi masyarakat yang sudah sering sekali mendengar kampanye digitalisasi. Hemat saya, merupakan sebuah kebaikan jika sudah banyak lapisan masyarakat yang gencar dalam kampanye digitalisasi ini. Sebab, di era yang serba digital ini masyarakat juga harus pandai memanfaatkan sektor digital agar mampu bersaing secara global.

Di Indonesia, kita sering kali melihat sistem-sistem baru yang digunakan untuk memudahkan aktivitas sehari-hari manusia. Tidak hanya untuk komunikasi, sistem-sistem digital ini dapat benar-benar meningkatkan sektor ekonomi hingga sosial masyarakat.

Nah, padatulisan ini, saya akan membagikan sedikit pengalaman pribadi saya mengenai penelitian sederhana saya mengenai digitalisasi ini, yuk simak sama-sama!

Sebuah Upaya Digitalisasi di Bidang Sosial dan Kebudayaan, Apakah Mustahil?

Sebenarnya, penelitian saya ini bukanlah penelitian hebat yang dilakukan oleh para ahli teknologi informasi. Namun, penelitian ini saya rasa dapat sebagai langkah kecil menuju hal yang lebih baik di masa depan.

Supaya tidak banyak basa basi, maka itu mari kita masuk ke inti tulisan ini.

Jika kita berbicara tentang digitalisasi, sejatinya hampir semua sektor bisa dimasukinya. Salah satu sektor yang menurut saya sangat bisa dimudahkan oleh proses digitalisasi adalah sosial dan kebudayaan.

Dengan keyakinan tersebut, saya melakukan menganalisis lingkungan sekitar untuk mencari hal apa yang sekiranya menjadi masalah dan bisa diatasi dengan digitalisasi.

Mari Berkenalan dengan Organisasi Kepemudaan “Sekaa Teruna Teruni”

Sekaa Teruna Teruni atau disingkat menjadi STT, merupakan organisasi kepemudaan yang dibentuk untuk melestarikan kebudayaan Bali melalui desa adat atau biasa juga disebut banjar.

Keaktifan STT biasasnya dipenuhi oleh para remaja hingga dewasa yang belum menikah dan tinggal di sekitar desa adat. Namun demikian, STT justru kerap kekurangan anggota yang diakibatkan oleh berbagai kendala.

Proses bisnis atau aktivitas yang dilakukan oleh STT ini biasanya berbeda-beda di setiap STT. Namun, secara umum aktivitas yang dilakukan STT antara lain adalah:

  1. Melakukan gotong royong atau ngayah jika ada masyarakat yang melakukan upacara adat.
  2. Melakukan gotong royong atau ngayah jika ada upacara agama di Pura.
  3. Melakukan kegiatan pengerupukan dengan membuat dan mengarak Ogoh-Ogoh menjelang hari raya Nyepi.

Jadi, Apa Kendala yang Biasanya dihadapi oleh STT?

Jika membahas tentang kendala, ini tentu sangat sulit. Hal tersebut dikarenakan berbagai STT bisa saja memiliki kendala-kendala yang berbeda, baik dari sisi internal ataupun sisi eksternal.

Namun, untuk dapat melihat sedikit gambaran mengenai kendala di lingkungan STT, maka saya bersama dengan rekan-rekan saya mencoba melakukan penelitian mengenai kendala yang dihadapi oleh organisasi STT.

Saya melakukan penelitian ini di Kecamatan Baturiti, Tabanan, Bali. Namun, mengenai identitas STT dan pihak yang saya wawancara, kami pun sepakat untuk merahasiakan identitasnya dengan alasan privasi. Kami pun berusaha untuk menutupi identitas sampel penelitian kami ini dengan nama STT XYZ.

Baik, kembali ke pembahasan mengenai kendala. Setelah melakukan observasi dan wawancara, saya dan teman-teman pun mencatat bahwa kendala yang dihadapi oleh STT XYZ ini antara lain adalah:

  1. Adanya kesulitan dalam berinteraksi sosial di kalangan generasi muda.
  2. Ketidakmampuan untuk menyusun jadwal rapat karena kesibukan anggota.
  3. Ketidakteraturan dalam pendataan berkas/dokumen penting, dan kurangnya transparansi dalam proses bisnis internal STT menjadi permasalahan utama.
  4. Fenomena modernisasi yangmenimbulkan kekhawatiran terhadap penurunan minat anak muda Bali untuk aktif berpartisipasi dalam organisasi di desa adat mereka, terutama di STT.

Dari keempat kendala di atas, kami pun menyipulkan bahwa berbagai aktivitas STT dapat dilakukan dengan bantuan sistem digital atau teknologi informasi. Lantas, bagaimana cara menentukan solusinya?

Memanfaatkan Software Development Life Cycle Waterfall

Gambar 1. Pemodelan SDLC Waterfall

Jika kalian sudah tidak asing lagi dengan Software Development Life Cycle (SDLC) Waterfall, maka kalian pasti mengetahui bahwa terdapat satu tahap untuk menentukan ide solusi berbasis digital dari suatu masalah.

Jika belum, mari saya jelaskan secara ringkas mengenai salah satu SDLC populer di kalangan pengembang software ini.

SDLC Waterfall diambil dari tahap-tahap di dalamnya, yakni mengalir secara berurutan dan linear, mirip dengan aliran air dalam air terjun. Artinya, setiap fase dalam pengembangan perangkat lunak hanya dimulai setelah fase sebelumnya selesai.

Berikut adalah tahapan dalam model Waterfall:

  1. Analisis Kebutuhan (Requirements Analysis): Identifikasi dan pengumpulan kebutuhan dari pengguna atau pemangku kepentingan dan menganalisis kebutuhan yang telah dikumpulkan dan merancang sistem secara keseluruhan.
  2. Desain (System Design): Membuat desain rinci berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya.
  3. Implementasi (Implementation): Proses pengkodean atau implementasi berdasarkan desain yang telah disetujui.
  4. Pengujian (Testing): Melakukan pengujian perangkat lunak untuk memastikan bahwa itu bekerja sesuai kebutuhan dan spesifikasi.
  5. Penggunaan (Deployment): Menempatkan perangkat lunak ke dalam produksi setelah berhasil melewati pengujian.
  6. Pemeliharaan (Maintenance): Merawat dan memperbaiki bug atau masalah yang mungkin muncul selama penggunaan perangkat lunak.

Jika dilihat dari keenam tahap di atas, maka tahap pertama, yakni analisis kebutuhanlah yang digunakan untuk menentukan solusi dari kendala dan kebutuhan sampel penelitian.

Maka itu, dapat ditegaskan kembali pula bahwa penelitian ini memanfaatkan SDLC Waterfall sebagai metodologi pengembangan sistem digital yang akan digunakan untuk mempermudah aktivitas STT dan mengatasi kendala-kendalanya.

Lantas, Teknologi Apa yang Digunakan?

Terkait teknologi, saya pun melakukan studi literatur dengan membaca penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pengembangan situs web dan aplikasi mobile.

Hasilnya kami pun sepakat untuk menggunakan berbagai teknologi-teknologi berikut:

  1. Teknologi Bahasa Pemrograman PHP: Salah satu bahasa pemrograman yang digunakan terutama untuk pengembangan aplikasi web dan dapat disematkan ke dalam HTML. PHP singkatan dari “Hypertext Preprocessor.” PHP dirancang untuk memudahkan pembuatan situs web dinamis dan dapat berinteraksi dengan basis data, menghasilkan halaman web berdasarkan input pengguna, dan melakukan berbagai tugas pemrograman lainnya.
  2. Teknologi Basis Data MySQL: MySQL merupakan RDBMS (Relational Database Management System) server dimana database ini menggunakan relasi antar tabel dalam pengelolaan suatu data sehingga memungkinkan memberikan penyimpanan dan manajemen data yang terstruktur dengan baik. MySQL menjadi salah satu jenis server database yang cukup populer karena menggunakan SQL (Structured Query Language) sebagai bahasa dasar mengakses database mereka.
  3. Teknologi Framework Laravel: Laravel adalah kerangka kerja PHP yang dikeluarkan dengan lisensi MIT dan menggunakan konsep Model-View-Controller (MVC). Laravel ditulis dalam PHP dengan tujuan meningkatkan kualitas perangkat lunak sambil mengurangi biaya pengembangan awal dan pemeliharaan. Kerangka kerja ini dirancang untuk meningkatkan pengalaman pengguna dengan menyediakan sintaks yang mudah dipahami, jelas, dan menghemat waktu dalam pengembangan aplikasi.

Berbekal ketiga teknologi di atas, maka dimulailah rancang bangun untuk menghasilkan sistem digital sebagai upaya digitalisasi STT di Bali.


Hasil Pengembangan: Mari Ketahui Hasil Perpaduan SDLC Waterfall dengan Framework Laravel

Jika kita menilik pada tahap SDLC Waterfall, maka kita akan membahaskan dari tahap yang paling atas, yakni tahap “analisis kebutuhan”.

Tahap 1: Hasil Analisis Kebutuhan

Pada tahap ini, kami memetakan masalah atau kendala dengan solusi yang dapat dihadirkan untuk penelitian.

Kami telah membuatkan tabel yang diubah menjadi gambar. Jika penasaran, hasilnya dapat kita lihat bersama pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Analisis kebutuhan

Melalui tahap ini, kami juga melakukan brainstorming dengan tujuan untuk menentukan ide yang dapat dikembangkan. Dengan demikian, hasilnya kami pun sepakat untuk mengembangkan “E-STT”, sebuah sistem informasi yang dapat memudahkan aktivitas internal dari STT.

Fitur-fitur yang dapat dirancang dan dikembangkan pada E-STT kami bagi menjadi tiga. Jika penasaran dengan pembagian fitur E-STT, bisa kita simak bersama uraikan berikut:

  1. Fitur Untuk Umum: Fitur ini dapat diakses oleh semua pengunjung yang mengakses situs web E-STT. Terdapat fitur umum, seperti halaman berita yang memungkinkan pengguna melihat semua berita yang dikelola oleh administrator, detail berita yang memungkinkan pengguna melihat informasi berita secara rinci, dan fitur login yang memungkinkan anggota atau administrator untuk masuk ke dashboard pribadi mereka.
  2. Fitur Untuk Admin: Admin memiliki akses khusus dengan berbagai fitur di dalamnya. Berbagai fitur tersebut antara lain adalah mengelola data anggota, mengelola data kegiatan, mengelola data berita, dan mengelola profil STT.
  3. Fitur Untuk Anggota: Hampir mirip dengan admin, anggota juga memiliki hak khusus untuk mengakses E-STT. Namun, letak perbedaannya adalah hak pengelolaan fitur. Anggota sendiri hanya dapat melakukan aktivitas bergabung kegiatan-kegiatan yang ada dan juga mengakses berita.

Setelah mengetahui hasil pada tahap pertama ini, selanjutnya adalah mengetahui tahap kedua, yaitu tahap Desain.

Tahap 2: Hasil Desain

Pada tahap ini, kami merancang desain dengan menghasilkan low fidelity wireframe. Kami merancang wireframe ini menggunakan platform Figma, sebuah platform desain gratis yang sudah terkenal di kalangan desainer UI/UX.

Hasil dari wireframe E-STT dapat kita lihat bersama pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Wireframe E-STT

Setelah merancang wireframenya, kami pun mengembangkan sistemnya dengan teknologi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hasil pengembangan, tentunya masuk ke dalam tahap implementasi.

Tahap 3: Hasil Implementasi

Dengan framework Laravel, bahasa pemrograman PHP, dan MySQL untuk basis datanya, kami pun menghasilkan seluruh halaman yang telah dirancang pada tahap desain wireframe.

Pada lisan ini, kami tidak akan menjelaskan satu per satu di setiap halaman. Namun, kita bisa bersama pada gambar 4, 5, dan 6 di bawah mengenai tampilan login dan tampilan utama dari sisi admin dan anggota.

Gambar 4. Tampilan halaman login E-STT

Uniknya, halaman login di STT ini menjadi satu dengan memanfaatkan prinsip multi-user. Artinya, jika pengguna login dengan akun admin, maka sistem akan mengarahkannya ke halaman utama admin, begitu juga dari sisi anggota.

Gambar 5. Tampilan halaman utama admin E-STT

Jika kita melihat bersama pada gambar 5, kita bisa mengetahui kembali, bahwa admin memiliki empat fitur pengelolaan create, read, update, delete. Empat fitur tersebut ya tentunya adalah fitur kegiatan, anggota, berita, dan profil STT.

Gambar 6. Tampilan halaman utama anggota E-STT

Nah, berbeda dengan admin, anggota di sini hanya mendapatkan akses read dari CRUD admin. Tentunya hal tersebut dikarenakan anggota hanya dapat melihat kegiatan-kegiatan yang sebelumnya telah dikelola oleh admin dari fitur-fitur yang diberikan.

Setelah melihat gambar 4, 5, dan 6 di atas, kami pun dapat dengan bangga membagikan hasil E-STT yang telah online dengan memanfaatkan 000webhost sebagai hosting gratisnya.

Sistem E-STT dapat diakses bersama pada domain di bawah ini: sekaaterunateruni.000webhostapp.com


Saran Pengembangan ke Depan

Sayangnya, pada penelitian dan pengembangan E-STT ini belum menerapkan seluruh SDLC Waterfall yang ada. Masih ada dua tahap yang belum dilaksanakan, yakni tahap pengujian dan pemeliharaan.

Bukan tanpa alasan, kedua tahapan tersebut belum dapat diimplementasikan karena kurangnya waktu penelitian yang diberikan. Maka itu, kedua tahap ini menjadi pekerjaan rumah bagi kami di penelitian berikutnya.

Dengan saran pengembangan ke depan ini, berakhirlah sudah sesi curhat saya mengenai digitalisasi STT ini. Sebenarnya, masih banyak sekali mimpi dan harapan saya mengenai kemajuan sektor digital di Indonesia ini, khususnya apa yang saya lakukan melalui E-STT ini.

Sebagai penutup, saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya jika kamu semua yang bersedia membaca curhatan saya ini; dan jika pun ada hal yang perlu disampaikan, baik itu kritik, saran, dan komentar lainnya, kita dapat berdiskusi pada kolom komentar di bawah ini. Sampai jumpa! 🫡

Skip to content